Mengenal Perbankan Masa Lalu

Kamis, 21 Januari 2010


Beberapa nama bank dari masa Batavia boleh jadi sudah sering disebut-sebut. Nama-nama bank seperti De Javasche Bank (kini Museum Bank Indonesia); Nederlandsche Handles Maatschappij-NHM (kini Museum Bank Mandiri); Chartered Bank of  India, Australia, and China (eks Bank Bumi Daya);  Hongkong & Shanghai Banking Corporation - Kantor Pajak Tambora; dan Nederlandsche Indische Escompto Maatschappij – eks Bank Dagang Negara. Lantas bagaimana dengan De Post Paar Bank, De Algemene Volkscrediet Bank, atau Nationale Handle Bank?
De Post Paar Bank menjadi Bank Tabungan Pos tahun 1950 kemudian menjadi Bank Negara Indonesia (BNI) Unit V dan terakhir menjadi Bank Tabungan Negara (BTN) pada 1968. De Algemene Volkscrediet Bank tak lain adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Bank Ekspor Impor (Bank Eksim) kemudian menjadi BNI Unit II untuk kemudian pada 1968 berdiri sendiri sendiri menjadi dua bank, BRI dan Bank Eksim. Nationale Handle Bank semula bernama Nederlandsche Indische Handels Bank (NIHB) kemudian menjadi BNI Unit IV dan pada 1968 menjadi Bank Bumi Daya (BBD) bersama dengan Chartered Bank of  India, Australia, dan China.
Dilihat dari sejarah perbankan di atas, lembaga perbankan yang kita kenal saat ini merupakan warisan sistem perbankan masa kolonial. Meski kini beberapa bank menjadi satu menggunakan nama yang lain, warisan itu tetap saja melekat.
Pada awalnya perbankan hanya berfungsi sebagai lembaga yang membantu pemerintah dalam penyaluran keuangan, terutama dalam sektor perdagangan. Selain mempunyai sistem kerja yang rapi, bangunan sebuah bank juga menentukan nasabah yang akan menitipkan uang dan atau barang berharga yang disimpan.
Bank tak hanya mempunyai gedung yang megah dan arsitektur yang indah, tetapi juga mempunyai sebuah ruang kluis (safe deposit) dengan dinding yang tebal, pintu berukuran sangat besar, kuat, dan kokoh dengan sistem kunci kombinasi. Bahkan, ruangan ini bersifat sangat rahasia sehingga tidak dicantumkan dalam denah bangunan. Jauh sebelum ada kluis, kasir bank merantai kotak uang pada kakinya pada saat tidur agar uang tak dicuri.
“Kalau ada pencuri masuk bank, sulit keluar karena bangunan bank masa lalu penuh ruang dan lorong. Bisa tersesat, apalagi orang yang baru pertama kali masuk. Jadi memang, Belanda sudah memerhatikan keamanan dan kenyamanan bangunan bank, itu semua supaya nasabah merasa aman,” tutur Kartum Setiawan, Ketua Komunitas Jelajah Budaya, dalam perbincangan di kawasan Kota Tua Jakarta beberapa waktu lalu.
Kini sisa bangunan perbankan masih bisa dilihat di kawasan bersejarah Kota Tua, baik yang masih aktif digunakan untuk kantor bank hasil nasionalisasi, maupun digunakan sebagai museum yang memamerkan rangkaian sejarah bank-bank pendahulunya.
Sekadar gambaran, gedung eks De Escompto Bank berarsitektur Indische terletak di pojok pertemuan Jalan Pintu Besar Utara dan Jalan Bank. Menempati lahan seluas 3.010 meter persegi, aset ini mlik Bank Mandiri. Bangunan cagar budaya ini awal mulanya merupakan Kantor Pusat De Nederlandsch Indische Escompto Maatschappij di Batavia, yang dibeli tahun 1902.
Gedung kantor bank memiliki luas lantai seluruhnya 6.729 meter persegi. Gedung ini  menghadap ke Jalan Pintu Besar Utara terdiri atas dua lantai dibangun tahun 1904 dan mulai digunakan tahun 1905. Di dinding atas gedung ini terdapat ornamen lambang-lambang kota Hindia Belanda, seperti Surabaya, Batavia, dan Semarang, juga terdapat lambang kerajaan Belanda dan kota Amsterdam. Konstruksi utama bangunan ini beton bertulang dan menggunakan atap genteng tanah liat produksi Tan Liok Tiauw, Batavia dan Tijanting Plered SS Wall.
Sementara itu, di sudut Jalan Kalibesar Barat tak jauh dari De Javasche Bank (Museum Bank Indonesia), berdiri gagah gedung berkubah dari tahun 1920-an. Ini adalah gedung Chartered Bank, kini aset Bank Mandiri. Di bagian dalam gedung yang di zaman Belanda merupakan bank terkemuka ini terdapat lukisan patri menggambarkan orang sedang bekerja. Sebut saja orang menumbuk padi, pergi ke pasar, dan membawa getah karet. Kaca patri ini dibuat oleh J Sabel’s en Co yang pusatnya di Haarlem, Belanda. Di sini, kita juga bisa jumpai prasasti peletakan batu pertama yang di situ tertulis 27 Pebruari 1921.


Sumber : WARTA KOTA Pradaningrum Mijarto

0 komentar:

Posting Komentar

 
 
 
 
Copyright © Situs Betawi