Di Meester Cornelis, Cornelis Senen Bersua Daendels

Kamis, 21 Januari 2010


Meester Cornelis tahun 1800-an, sudah ada jalur trem yang menghubungkan Pasar Ikan, Kota, Matraman, Meester Cornelis. Tampak di kejauhan gardu pos tempat kuda penarik kereta pos berhenti dan beristirahat. 



CORNELIS Senen dan HW Daendels “berpapasan” di Meester Cornelis pada saat pembuatan Jalan Raya Pos (De Grote Postweg). Itu terjadi sekitar awal abad 19, kira-kira 1808. Cornelis Senen tiba dari Banda ke Batavia sekitar tahun 1620-an dan sekitar 30 tahun kemudian ia diberi hak membuka hutan di tepi Sungai Ciliwung. Di kemudian hari nama kawasan itu menjadi Meester Cornelis dan kini Jatinegara. Di masa kolonial, daerah Meester Cornelis berjarak sekitar 15 km ke arah selatan dari Batavia.

Sang meester tentu tak pernah tahu jika di kemudian hari seorang bernama Daendels, yang diutus Napoleon – saat menguasai Belanda – menjadi gubernur jenderal di Hindia Belanda, akan menembus hutan di kawasan itu untuk memenuhi ambisi, membuat jalan sepanjang 1.000 km dari Anyer ke Panarukan. Sebuah jalan yang memudahkan pasukannya bergerak cepat, jalan demi memudahkan transportasi. Tapi bukan hanya jalan yang ia bikin tapi juga sekolah militer Meester Cornelis dan benteng Meester Cornelis.

Jalan Raya Pos menghubungkan kota-kota, antara lain Anyer, Serang, Tangerang, Jakarta, Bogor, Sukabumi terus hingga ke Pemalang, Kudus, Sidoarjo, sampai Panarukan. Meskipun sebenarnya, tak seluruh 1.000 km jalan itu dibangun Daendels karena sebagian jalan itu merupakan jalan desa yang sudah dibikin Sultan Agung untuk menyerang Batavia pada abad 17.

Ruas Anyer-Cilegon, ruas jalan pertama, dari Cilegon mengarah ke Banten Lama, Serang, Tangerang kemudian masuk Batavia, kini jalur yang dilalui Jalan Raya Pos menjadi Daan Mogot, Pangeran Tubagus Angke, Gajah Mada dan Hayam Wuruk sampai Harmoni. Dari Harmoni berlanjut ke Monas, Gambir, Lapangan Banteng. Selanjutnya melewati Senen, Matraman, Meester Cornelis/Jatinegara, lanjut ke Buitenzorg/Bogor.

Di dalam foto atau lukisan yang kebanyakan tersimpan rapi dalam arsip di Belanda, pada jalur Daendels itu selalu ditampilkan  pos-pos jaga atau Belanda menyebut gardoe. Memang setiap jarak 30-40 km akan ada gardu tempat di mana kuda pembawa kereta pos berganti dan beristirahat. Lama-kelamaan di kawasan gardu itu tumbuh menjadi sebuah desa. Sebuah foto dari tahun 1800-an terlihat hutan di kiri kanan jalan, terlihat pula hutan baru dibabat, dengan dua jalur trem dan sebuah gardu pos di salah satu ujungnya. Dalam keterangan foto disebutkan, foto itu diambil di Meester Cornelis dengan arah menuju Kota dan melewati Matraman.

Sayangnya, peninggalan budaya di kawasan seputar Meester Cornelis, kita sebut saja Jatineraga, juga peninggalan lain sepanjang Senen, Matraman, Salemba, hingga ke Kampung Melayu, juga di Cawang, Cipinang, Bekasi, intinya di kawasan yang dulu masuk Meester Cornelis, lebih banyak yang sudah terkubur tanpa jejak. Sulit sekali mencari data di mana benteng Meester Cornelis dulu berada, kecuali bahwa ia berada di dekat Sungai Ciliwung, lantas ke mana sekolah militer Meester Cornelis kini? 

Tak banyak yang tersisa, dan itu pun dalam kondisi yang sudah tak berbentuk atau paling tidak kumuh, siap roboh. Untuk kawasan Jatinegara, masih ada beberapa gedung kuno yang sudah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya seperti gedung SMPN 14 jakarta, Stasiun Kereta Api Jatinegara, gedung eks Kodim 0505, Gereja Koinonia di seberang kompleks militer Urip Sumohardjo, dan Pasar Lama Jatinegara.

Jika belum punya rencana untuk Minggu 17 Januari 2010, Komunitas Historia Indonesia (KHI) mengajak warga ikut menyusur sejarah Jatinegara, melihat bagaimana Cornelis Senen “bersua” Daendels. Seperti biasa, wisata sejarah ini dimulai pagi hari dengan membayar Rp 75.000. Ketua KHI Asep Kambali mengatakan, calon peserta bisa mengghubungi kantor sekretariat KHI  di Pejompongan atau melalui telepon di 021 37002345 atau di 0813 81046351.


Sumber : WARTA KOTA Pradaningrum Mijarto




0 komentar:

Posting Komentar

 
 
 
 
Copyright © Situs Betawi