Kampung Ambon

Sabtu, 28 November 2009



Kampung Ambon

Kampung Ambon terletak dalam wilayah kelurahan Kayu Putih bagian tengah, Kecamatan Pulo Gadung, Jakarta Timur. Keadaan geografis Kampung Ambon ialah dataran rendah dengan warna tanah coklat kemerahan, lapisan paling atas sangat subur dapat ditanami segala macam tanaman buah-buahan, tanaman hias dan pohon pelindung.Oleh karena perkembangan waktu dan perkembangan penduduk, daerah ini menjadi tanah hunian penduduk. Perubahan penggunaan tanah lebih meluas lagi setelah proyek perumahan, proyek pacuan kuda oleh Yayasan Pulomas pada tahun 1967. Adapun nama Kampung Ambon berasal dari kata Kumpi Ambon yaitu sebuah kuburan tua yang kini dianggap keramat oleh masyarakat kampung Ambon. Keramat Kumpi Ambon ini sampai sekarang masih sering dikunjungi oleh orang luar selain oleh masyarakat kampung Ambon sendiri. Tentang Keramat Kumpi Ambon ada beberapa pendapat yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Pendapat pertama dari Bapak Asnawi. T, staf kelurahan Kayu Putih menerangkan bahwa Kumpi Ambon adalah keramat orang Jakarta asli, Ambon adalah nenek moyang masyarakat kampung Ambon yang pertama yang dimakamkan di kampung Ambon. Dan kini oleh ahli warisnya, keramat Kumpi Ambon dirawat dengan baik bahkan diberi sesajian berupa berbagai jenis kembang pada waktu tertentu.
Kedua pendapat dari bapak Urip mengatakan bahwa keramat Kumpi Ambon adalah kuburan orang-orang Ambon yang dahulu pernah tinggal di kampung Ambon, mereka adalah pegawai atau penjaga kuda Kompeni Belanda. Orang-orang Ambon ini didalam hidupnya lebih banyak mengadipkan diri untuk kepentingan Kompeni Belanda dibandingkan dengan kepentingan bangsanya sendiri. Adapun pendapat dari bapak H. Salim (80 tahun), bekas staf kelurahan Kayu Putih mengatakan bahwa nama kampung Ambon dapat dihubungkan dengan orang-orang Ambon. Mereka adalah para pensiunan tentara Kompeni Belanda yang kemudian dibuang ke kampung Ambon. Walaupun nama kampung Ambon merupakan nama kampung yang paling tua namun nama kampung Ambon tidak dipakai untuk nama kelurahan karena nama ini tidak disenangi oleh masyarakat luar. Demikian pula kelurahan Rawasari semula akan diberi nama Beek Meester Kampung Ambon, tetapi nama tersebut tidak dipakai karena istilah Ambon saat ini tidak disenangi masyarakat.
Pada tahun 1937 kelurahan Rawasari dibagi menjadi 4 daerah kemandoran dan masing-masing dipimpin oleh seorang mendor (kepala lingkungan) yaitu :

1.Mandor Salim bin mandor Amid, meliputi wilayah :
  • Kampung Jawa (Rawasari).
  • Kampung Rawa.
  • Kampung Mangun.
2.Mandor Tugiman, meliputi wilayah :
  • Rawa Kerbau.
  • Sumur Batu.
  • Pendongkelan.
  • Kampung Banda (Cempaka Putih).
3.Mandor Baan, meliputi wilayah :
  • Kampung Ambon.
  • Kampung Tanah Tinggi.
  • Kampung Kayu Putih.
4.Mandor Ilyas, meliputi wilayah :
  • Kawi-kawi.
  • Utan Kayu Pasar Genjing.

Pada tahun 1965 kelurahan Rawasari dibagi 4 kelurahan yaitu :
  1. Kelurahan Rawasari, kecamatan Senen, Jakarta Pusat.
  2. Kelurahan Utan Kayu, kecamatan Matraman, Jakarta Pusat.
  3. Kelurahan Kayu Putih, kecamatan Pulo Gadung, Jakarta Timur.
  4. Kelurahan Cempaka Putih, kecamatan Cempaka Putih, Jakarta Pusat.

Pada tahun 1968 Mandor Baan diinstruksikan oleh lurah Rawasari untuk mempersiapkan pembentukan sebuah kelurahan, lalu diadakan musyawarahyang dihadiri tokoh-tokoh masyarakat, antara lain : Haji Sayuti, Mandor Baan serta para sesepuh dari kampung Ambon, Kampung Tanah Tinggi dan Kampung Kayu Putih.
Dalam musyawarah tersebut diajukan beberapa usul antara lain :
  • Usul sebagian tokoh masyarakat yang menghendaki nama kelurahan bernama kelurahan Kampung Ambon dengan alasan bahwa kampung Ambon adalah kampung tertua selain itu juga terdapat keramat Kumpi Ambon.
  • Usul lain menghendaki nama kelurahan bernama kelurahan Tanah Tinggi dengan alasan bahwa selain tanahnya yang tinggi juga terdapat pohon panggang yang tinggi yang terlihat dari Tanjung Priok.
  • Sedang usul yang lainnya menghendaki dinamakan kelurahan Kayu Putih karena terdapat keramat Kayu Putih.
Musyawarah tersebut gagal membentuk nama sebuah kelurahan yang baru, maka setelah musyawarah terakhir dicapailah kesepakatan yaitu nama kelurahan yang baru adalah kelurahan Kayu Putih.
Pengusulan nama kelurahan kampung Ambon tidak dapat disetujui karena di kampung Ambon tersebut ternyata tidak ada orang Ambon. Kini wilayah kampung Ambon menjadi daerah perumahan yang dikelola oleh proyek By Pass dan Proyek Cempaka Putih.
Benda-benda bersejarah yang terdapat di Kampung Ambon berasal dari jaman VOC Belanda dan juga dari tokoh-tokoh masyarakat setempat yang merupakan perintis pembangunan daerah ini. Adapun benda-benda peninggalan tersebut antara lain :
Paal
Benda ini terbuat dari batu cor dengan ketinggian 1 meter diatas permukaan tanah. Bentuknya agak gepeng dan nampaknya berkilau seakan-akan menyerupai batu giok dan diatas paal tersebut terdapat huruf VOC. Paal ini dibuat oleh pemerintah kompeni Belanda dan berfungsi sebagai patok guna menunjukkan batas-batas wilayah kota Batavia, batu cor ini juga ditemukan di daerah lain seperti Pal Merah, Pal Busuk, Pal Meriem, Mester Cornelis dan lainnya. Batas-batas kota Batavia tersebut ditarik dari gedung yang kini dikenal dengan nama gedung kesenian yang terletak di jalan Pasar Baru Jakarta. Kini sebagian besar batu-batu paal itu sudah tidak diketahui lagi rimbanya.
Kramat Kumpi Ambon
Makam Kramat Kumpi Ambon terletak di kampung Ambon dan makam tersebut kini berbentuk onggokan tanah dengan ukuran 2 x 1 meter. Di sekeliling makam diberi batas-batas terbuat dari semen sedangkan bagian serambi berlantai ubin dan seIuruh makam dikeliliigi oleh tembok yang terbuat dari batu bata berbentuk rumah dengan genteng sebagai atapnya. Ukuran keseluruhan makam kurang lebig 2,5 x 3 meter.
Pakaian Haji Abdul Gani
Haji Abdul Gani adalah seorang penduduk asli kampung Ambon yang hidup 150 tahun yang lalu dan memiliki ilmu tinggi baik dalam bidang keagamaan maupun kebatinan. Disamping itu sebagai pendiri masjid yang diberi nama masjid Abdul Gani. Selain peninggalan masjid Abdul Gani juga terdapat peninggalan sepasang pakaian beliau yang biasanya dipakai melakukan syiar agama lslam. Model pakaian tersebut berbentuk pakaian kodaniah dengan motif kotak-kotak. Pakaian tersebut kini disimpan rapi oleh ahli warisnya dan tidak boleh dipakai sembarangan orang.
Kramat Kayu Putih
Ini kisah tentang makam yang dikeramatkan yang harus dipindahkan karena adanya proyek perumahan mewah, ternyata kepala proyek tersebut meninggal secara mendadak sewaktu pembongkaran makam. Makam Kayu Putih adalah salah seorang tentara Mataram yang mengadakan penyerangan ke Batavia untuk menghancurkan benteng kompeni Belanda. Sekarang, makamnya terdapat di pemakaman umum Pondok Gede.
Kramat Kumpi Bunga
Ki Bunga adalah seorang sakti yang dapat menentukan arah patung singa (lambang kota Batavia) tepat menghadap ke arah negeri Belanda. Lokasi patung singa tersebut terdapat di lapangan Banteng. Karena keberhasilan tersebut, Ki Bunga mendapat hadiah uang dan dibebaskan membayar pajak tanah (pajak verponding). Kini, setiap bulan Maulid diadakan selamatan Kumpi Bunga.

Masyarakat kampung Ambon mengenal berbagai cerita rakyat tentang kepahlawanan, kesaktian yang pernah dialami oleh tokoh-tokoh masyarakat kampung Ambon dahulu, diantaranya Bambu Kuning, kisah ini tentang seorang dukun sakti dalam pengobatan seseorang dengan jalan menancapkan bambu kuning ke tanah lalu kemudian memancar air dalam tanah tersebut, air tersebut lalu diminumkan ke orang yang sedang sakit.
Penduduk kampung Ambon terdiri dari Betawi, Jawa, Sunda, Batak, Padang, Cina dan sebagainya. Mayoritas penduduk Betawi menempati kampung Pedongkelan dan kampung Pulau Nangka. Sedangkan bagi penduduk Betawi yang terkena proyek Yayasan pulomas dipindahkan di Kampung Baru dan Tanah Poncol. Masalah yang rumit yang timbul di kampung Ambon adalah masalah urbanisasi. Biarpun kota Jakarta sudah dinyatakan sebagai kota tertutup untuk pendatang baru berdasarkan SK Gubernur KDKI Jakarta Nomor 1.B.3/27/70 tanggal 5 Agustus 1970, tetapi para pendatang baik dari Jawa maupun dari luar Jawa bermukim di Jakarta. Padahal tanah di Kelurahan Kayu Putih sebagian besar sudah dikuasai oleh yayasan Pulomas, tetapi masih saja terjadi penyerobotan tanah oleh pendatang baru seperti terjadi di komplek Tanah Sarjana Mandala UI. Mereka mendirikan bangunan tidak melalui prosedur sehingga menyulitkan pihak pemerintah setempat. Pada mulanya, mata pencaharian penduduk kampung Ambon adalah bertani. Hasilnya digunakan untuk kebutuhan sendiri, andaikata ada yang dikirim kedaerah lain maksudnya adalah lebih bersifat sosial. Perubahan kehidupan corak agraris mulai surut setelah revolusi fisik tahun 1945.

Mata pencaharian yang banyak dilakukan penduduk Ambon adalah :
Pegawai negeri;
ABRI;
Pegawai Swasta;
Berdagang;
Buruh/Pertukangan;
dan sebagainya.

Kegiatan yang agak menonjol dan dilakukan hampir semua wanita kampung Ambon adalah menganyam tikar pandan yang bahannya sengaja ditanam sebagai batas pekarangan. Daunnya yang panjang serta kuat dan kenyal diiris memanjang sesuai dengan kebutuhan lalu kemudian direbus sampai lapisan hijaunya terlepas. setelah dijemur, diperoleh bahan baku anyaman tikar berwarna putih, lentur dan cukup kuat. Hasil anyaman tikar ini dijual oleh suaminya 1-2 kali seminggu langsung ke konsumen atau tengkulak.
Masyarakat kampung Ambon nampaknya mengalami suatu pergeseran sistem kemasyarakatan yang terlalu cepat. Kampung yang semula teguh dan kokoh dalam memegang suatu tradisi yang sudah turun temurun, kini dihadapkan dengan setumpuk permasalahan social yang timbul karena adanya proyek-proyek pemukiman real estate, dengan banyaknya pendatang yang mempunyai adat yang kebiasaan yang berbeda. Nilai-nilai dan tatanan masyarakat lambat laun berubah dan saling menyesuaikan, ini akibat timbulnya akulturasi kebudayaan. Ciri-ciri kebudayaan lama hidup bermasyarakat sampai sekarang masih dipertahankan, seperti suasana masyarakat pedesaan yang banyak menonjolkan sifat-sifat kolektif yang positif, misalnya solidaritas gotong royong dalam mendirikan bangunan, hajatan dan sebagainya.
Tradisi masyarakat Betawi kampung Ambon yang masih tersisa adalah pada saat dilangsungkan perkawinan. Sebelum dipertemukan kedua calon mempelai, penganten pria diarak dari rumahnya dengan pakaian penganten yang lengkap. Beberapa pemuka masyarakat, anggota keluarga serta seorang ahli silat ikut pula dalam iring-iringan itu sambil membawa semacam dandang dipunggungnya. Ketika rombongan penganten pria tiba di depan pekarangan rumah penganten wanita, ahli silat tersebut berada didepan untuk membuka jalan. Dan dari pihak mempelai wanita tampil pula seorang jago silat untuk menyambut kedatangan rombongan penganten pria. Pada saat itulah ditampilkan sebuah acara tradisional mengawali pertemuan kedua calon beserta rombongan. Kedua jago silat itupun menunjukkan kebolehannya dalam permainan silat dan dengan cepat terlibat dalam adu kekuatan, pukul memukul, menendang, mendorong dan kadang-kadang disertai adegan yang mengundang ketawa. Tujuan pertarungan kedua jago silat ini adalah memperebutkan dandang yang dibawa dari rombongan penganten pria. Seperti sudah diatur, wakil dari rombongan pria akhirnya menyerah, memang inilah yang dikehendaki sebagai simbol penyerahan mempelai pria kepada keluarga mempelai wanita.
Dalam upacara perkawinan, pengantin wanita biasanya ditandu sedangkan penganten pria berjalan kaki dalam arak-arakan berkeliling kampung yang diiringi oleh berbagai kelompok kesenian.
Adapun kesenian masyarakat Kampung Ambon yang terkenal adalah kesenian yang dipengaruhi oleh kebudayaan Cina yaitu Terompet Cina dan Barongan (Ondel-ondel). Khusus kesenian Ondel-ondel Kampung Ambon ini sering mengadakan pertunjukkan yang sifatnya resmi, baik pada masa jaman penjajahan Belanda maupun sesudah jaman kemerdekaan RI. Selain itu, jenis kesenian yang pernah ada di Kampung Ambon adalah kesenian rebana biang Ki Katel yang dianggap mempunyai tuah.

Referensi: Kampung Tua di Jakarta, Dinas Museum dan Sejarah, 1993.
Sumber: diskominfomas

Kampung Pejagalan

Kampung Pejagalan


Kampung Penjagalan yang sekarang diabadikan namanya menjadi "Jalan Penjagalan" terletak di wilayah RW 05 Kelurahan Pekojan, Jakarta Barat. Dahulu Kampung Penjagalan daerahnya sangat luas meliputi Jembatan Tiga dan Teluk Gong. Batas-batas wilayah KAmpung Penjagalan adalah sebagai berikut :
- Sebelah utara berbatasan dengan Kampung Jaanis (janis) ;
- Sebelah selatan berbatasan dengan kali patuakan ;
- Sebelah timur berbatasan dengan kali Kampung Baru ;
- Sebelah barat berbatasan dengan kali Patuakan.
Nama Penjagalan berasal dari kata Jagal yang artinya dipotong atau dijagal, kemudian mendapat aawalan pe- dan akhiran -an. Konon kha-barnya dahulu di kampung itu tinggal orang-orang keturunan Arab dan Pakistan. Mereka suka makan "nasi kebuli" yaitu nasi yang dicampur dengan daging kambing dan minyak samin. Untuk konsumsi daging kambing, mereka mendatangkannya dari luar dan sitampung di suatu tempat dan kemudian dipotong atau dijagal ditempat tersebut. Akhirnya orang-orang yang lewat di tempat itu menyebutnya "kampung Jagal" yang lama kelamaan terkenal dengan sebutan "Kampung Penjagalan".
Di Kampung Penjagalan pun terdapat pula beberapa nama tempat yang dianggap tua, seperti nama kampung, nama gang, nama jembatan dan lain-lain. Nama-nama tersebut kadang-kadang dikaitkan dengan nama orang, binatang, tumbuh-tumbuhan benda, dan lain-lain. Misalnya nama Pekijan berasal dari kaa khoja atau koja yang mendapat awalan pe- dan akhiran -an. Khoja atau koja adalah nama tempat India yang penduduknya kebanyakan menjadi pedagang atau saudagar. Sambil berdagang mereka menyebarkan agama islam kepada penduduk setempat yang disinggahi. Orang-orang koja ini datang berdagang di Jakarta tetapi diantara mereka ada yang bermukim sampai beranak pinak sehingga tempat tinggal mereka dikenal dengan sebutan Kampung Pekojan.
Adapun nama Kampung Air, karena tempat itu kalau musim hujan selalu banjir dan tergenang air. sampai sekarang walau musim kemarau panjang sumur-sumur penduduk airnya tidak pernah kering. Kampung Kayu dinamakan demikian karena di sana dahulu tinggal seorang pedagang yang berjualan kayu bakar (kayu api-api). Nama Gang Gatep karena di tempat itu banyak tumbuh pohon gatep yang bijinya enak dimakan. Pohon gatep dapat disebut juga pohon gayam. Mustafel adalah nama orang Arab dan dianggap sebagai tokoh masyarakat, sehingga namanya diabadikan sebagai nama salah satu gang. Jembatan Kambing dinamakan demikian karena sebelum kambing-kambing itu dipotong ke tempat pemotongan biasanya dikumpulkan dahulu di suatu tempat dan akhirnya tempat itu dijuluki "Jembatan Kambing".
Kebon Koja berasal dari dua suku kata yaitu kata "kebon" dan "koja". Tempat ini dahulunya masih berupa kebun-kebun yang banyak dita-nami pohon-pohon koja yaitu semacam pohon ambon. Kebun dalam bahasa Betawi disebut kebon, sehingga kebun koja kemudian namanya menjadi kebon koja. Begitu pula nama Kampung Baru berasal dari kata "bau". Penduduk itu dahulu kebiasaannya suka buang air di selokan-selokan, sehingga menimbulkan bau yang tidak sedap dan mendapat julukan Kampung Bau, lama kelamaan kata bau menjadi baru. Di tempat ini terdapat sebuah pasar yang bukanya selalu sore hari, penduduk setempat menyebutnya Pasar Sore. Tidak jauh dari Kampung Pekojan terdapat pula sebuah pasar yang bukanya selalu pagi hari sehingga disebut Pasar Pagi.
Kampung Pejagalan dialiri oleh dua buah sungai yaitu kali Kampung Baru dan kali Patuakan. Kali Kampung Baru airnya berasal dariJelambar. Dahulu oleh penduduk dipergunakan untuk mengangkut bambu-bambu ke daerah Kota. Adapun kali Patuakan berasal dari kali Jembatan Lima yang airnya jernih dipergunakan untuk mandi dan mencuci pakaian.
Sebelum datangnya orang-orang dari luar, di Kampung Pejagalan telah ada penduduk aslinya yaitu orang-orang Betawi. Kemudian datang orang-orang dari luar yaitu orang-orang Banten yang dibawa oleh pengikut Fatahillah ketika menyerang sunda Kelapa. Mereka tidak mau kembali ke tempat asalnya, kemudian menetap di Kampung Pejagalan dan berbaur dengan penduduk asli. Menyusul kemudian datang pula orang-orang dari Asia yaitu dari Parsi, Gujarat, Kalingga (lndiatan pa-kistan), dan orang-orang Arab dari Hadramaut. Mereka datang untuk berdagang di kota Jayakarta, tetapi diantara mereka ada pula yang bermukim di Kampung Pekojan.
Untuk menyemarakkan kota Batavia semasa pemerintahan Gubernur Jendral J.P. Coen didatangkan orang-orang cina dari negara cina. Mereka terkenal sebagai pedagang ulet dan mahir dalam berniaga.Tempat pemukiman mereka biasanya tidak jauh dari pasar. Adanya perkembangan Pasar Pagi semakin pesat membawa dampak bagi Kampung Pejagalan. Banyak orang-orang dari luar berdatangan di Kampung Peiagalan untuk mencari nafkah dan menetap di antaranya ialah orang-orang Sunda, Jawa dan Cina.
Pada masa Pemerintahan Belanda, Kampung Pejagalan berada di bawah Penjaringan wijk, onderdistrict Penjaringan, dan District Batavia. Pada masa pendudukan Jepang, Kampung Pejagalan masuk Penjaringan son, Kawedanan Jakarta Kota. Setelah kemerdekaan sampai tahun 1967 Kampung Pejagalan masuk wilayah Kelurahan Pejagalan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara Adapun nama-nama lurah di Kelurahan Pejagalan adalah :(1) Bahari, (2) Pung (Sutisna), (3) Tamin,.dan (4) Arsali (lurah terakhi).
Setelah adanya pemekaran kota, maka pada tahun 1967 Kelurahan Pejagalan wilayahnya dipecah menjadi 2 kelurahan, yaitu sebagian masuk wilayah Kelurahan Pekojan, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat, dan sebagian lagi masuk wilayah Kelurahan Pejagalan Utara, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Bangunan lama/kuno yang ada dan dipergunakan masyarakat setempat sebagai tempat peribadatan yaitu Mesjid Jami Pekojan, Mesjid Kampung Baru di Jalan Bandengan. Mesjid Al-Ansor yang terletak di Gang Kebon Baru, dan Langgar Tinggi. Mesjid-mesjid tersebut dibangun pada abad 18 dan 19 oleh pedagang-pedagang orang Koja dan Pakistan.
Selain tempat peribadatan untuk orang-orang Islam di Kampung Pejagalan terdapat pula tempat peribadatan orang-orang Cina yaitu Vihara (Kelenteng) yang tertetak di Jalan Bandengan Selatan. Bangunan-bangunan tua dengan gaya Cina yang dahulu banyak terdapat di Kampung Pejagalan, sekarang jarang tagi kita jumpai. Begitu pula bangunan tua khas Betawi tinggal satu buah yang masih ada yaitu rumah milik Ibu Nining Alatas yang terletak di Jalan Pejagalan. Sebelum datangnya orang-orang dari luar, mata pencarian orang-orang Betawi yaitu bertani dan berdagang buah-buahan. Tetapi setelah lahan pertanian berkurang karena dipakai untuk tempat pemukiman, maka mata pencarian mereka beralih menjadi pedagang nasi dan makanan khas Betawi, seperti kue pancong, podeng, dan minuman bandrek. Mereka berdagang keliling Kampung Pejagalan. Tetapi ada pula yang menjadi tukang cukur,tukang cuci pakaian (binatu) dan centeng.
Adapun orang-orang Banten selain berdagang, mereka bekerja sebagai buruh angkutan di pasar-pasar atau di gudang-gudang milik orang-orang Cina yang ada di Jalan Gedong Panjang, Bandengan Selatan, dan sekitarnya. Kaum pendatang dari Asia yang bermukim di Kampung Pejagalan umumnya menjadi pedagang. Mereka berdagang bahan-bahan pakaian (tekstil), barang-barang kelontong, minyak wangi, batu cincin, rempah-rempah, dan ada pula yang berjualan martabak (makanan khas India-Pakistan).
Dahulu kebiasaan dari penduduk asli Kampung Pejagalan dilarang memasukkan anak-anaknya ke sekolah Pemerintah Belanda, mereka umumnya sekolah madrasah. Asal anaknya bisa membaca dan menulis huruf arab dan latin sudah cukup tidak usah melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi. Pada waktu itu di Kampung Pejagalan hanya ada sebuah sekolah Rakyat, tetapi sekarang menurut data kelurahan tahun 1990 di wilayah Kelurahan Pekojan tersedia sarana pendidikan dari sekolah tingkat dasar sampai lanjutan.
Kampung Pejagalan dahulu penduduknya mayoritas orang-orang dari Asia yang menganut agama lslam. Tetapi setelah datangnya orang-orang Cina yang dapat menguasai perdagangan di Pasar Pagi, maka mereka terdesak dan pindah ke tempat lain. Sehingga sekarang menurut informasi dari Kelurahan Pekojan penduduk 60% menganut agama lslam. selebihnya ialah menganut agama Katholik, Protestan, Hindu, Budha, dan lain-lain.

Referensi : Kampung Tua di Jakarta, Dinas Museum dan Sejarah, 1993.
Sumber : diskominfomas


 

 
 
 
 
Copyright © Situs Betawi