Soehian dan Kemerosotan Moral di Batavia

Minggu, 20 Desember 2009


SOEHIAN di Batavia , menurut sejarahnya, ternyata berakhir menjadi biang kemerosotan bagi kesenian musik gambang kromong. Padahal soehian ada karena warga kaya Batavia perlu tempat-tempat hiburan untuk mendengarkan musik, suara wayang tjoekek,  dan syair lagu gambang kromong. Boleh jadi, bahkan seorang Oei Tamba Sia pun bisa menangis lantaran kecewa pada pemuda enerus usaha rumah plesiran pribadi yang , antara lain oleh Tamba Sia, sebagai rumah seni demi penghargaan atas wayang tjokek dan gambang kromong.

Ceritanya, warga kaya Batavia semacam Oei Tambah Sia, Majoor Tan, dan Luitenant Oei perlu sebuah tempat pribadi untuk mendengarkan musik gambang  kromong. Lantas mereka pun membuat rumah plesiran pribadi nan mewah. Tamba Sia bahkan sudah membuat rumah plesiran beken di tahun 1860-an. Tempat itu diberi nama "Bintang Mas", berlokasi di Ancol dengan empang bandeng mengelilingi tempat itu. Di kemudian hari, tak banyak orang yang mampu membiayai rumah plesiran sendirian, maka kemudian muncul soehian, semacam klub, rumah hiburan dengan biaya bersama.

Passer Baroe, Senen, dan Tanah Abang jadi kawasan tempat soehian bertumbuh. Tak setiap malam, memang, karena soehian hanya dibuka tiap hari Minggu dan hari besar secara bergiliran. Dalam salah satu edisi Majalah Kita Sama Kita di tahun 2002, budayawan Tionghoa peranakan David Kwa menuliskan tentang soehian. Dalam tulisan itu ia juga mencatat, Batavia akhirnya tak mampu membendung jamur bernama soehian. Tempat yang semula digagas untuk menikmati seni berubah total menjadi tempat amoral.

Dalam tulisan lain, Ridwan Saidi menjelaskan bagaimana soehian menjadi tempat negatif, tempat di mana pria hidung belang menumpahkan hasrat primitif.  Namun apa yang disampaikan budayawan Betawi itu berdasarkan kisah nyata yang diturunkan ke dalam kisah novel atau cerpen di tahun 1920-an. Contohnya adalah novel Nona Bong, Bintang Kedjora Kampoeng Bebek, diterbitkan oleh boekhandel Kwee Seng Kie, Batavia, tahun 1924.

Buku ini berkisah tentang keluarga Entjek Ah Sie di Kampung Bebek di bilangan Angke yang memiliki dua putri. Keluarga ini akhirnya tergoncang karena Nona Bong, putrinya, masuk soehian yang dibikin tauwke-tauwke di Kampung Bebek. Nona Bong bahkan menjadi bintang soehian dan diperebutkan lelaki. Ujung-ujungnya, mati tragis. Dan kisah ini, menurut Ridwan, diangkat dari kejadian yang betul di negeri Betawi.

Jakarta di masa kini, tampaknya sesak oleh soehian yang legal dan ilegal. Bintang soehian tak cuma perempuan dewasa, pun bocah yang harusnya masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. Urusan mati tragis, cek saja kisah kriminal setiap hari di koran-koran kriminal ibukota. Sejarah berulang, dan akan terus berulang.

Sumber :


http://www.kompas.com/readkotatua/xml/2009/12/10/15295723/Soehian.dan.Kemerosotan.Moral.di.Batavia

WARTA KOTA Pradaningrum Mijarto

0 komentar:

Posting Komentar

 
 
 
 
Copyright © Situs Betawi