Kampung Pejagalan

Sabtu, 28 November 2009

Kampung Pejagalan


Kampung Penjagalan yang sekarang diabadikan namanya menjadi "Jalan Penjagalan" terletak di wilayah RW 05 Kelurahan Pekojan, Jakarta Barat. Dahulu Kampung Penjagalan daerahnya sangat luas meliputi Jembatan Tiga dan Teluk Gong. Batas-batas wilayah KAmpung Penjagalan adalah sebagai berikut :
- Sebelah utara berbatasan dengan Kampung Jaanis (janis) ;
- Sebelah selatan berbatasan dengan kali patuakan ;
- Sebelah timur berbatasan dengan kali Kampung Baru ;
- Sebelah barat berbatasan dengan kali Patuakan.
Nama Penjagalan berasal dari kata Jagal yang artinya dipotong atau dijagal, kemudian mendapat aawalan pe- dan akhiran -an. Konon kha-barnya dahulu di kampung itu tinggal orang-orang keturunan Arab dan Pakistan. Mereka suka makan "nasi kebuli" yaitu nasi yang dicampur dengan daging kambing dan minyak samin. Untuk konsumsi daging kambing, mereka mendatangkannya dari luar dan sitampung di suatu tempat dan kemudian dipotong atau dijagal ditempat tersebut. Akhirnya orang-orang yang lewat di tempat itu menyebutnya "kampung Jagal" yang lama kelamaan terkenal dengan sebutan "Kampung Penjagalan".
Di Kampung Penjagalan pun terdapat pula beberapa nama tempat yang dianggap tua, seperti nama kampung, nama gang, nama jembatan dan lain-lain. Nama-nama tersebut kadang-kadang dikaitkan dengan nama orang, binatang, tumbuh-tumbuhan benda, dan lain-lain. Misalnya nama Pekijan berasal dari kaa khoja atau koja yang mendapat awalan pe- dan akhiran -an. Khoja atau koja adalah nama tempat India yang penduduknya kebanyakan menjadi pedagang atau saudagar. Sambil berdagang mereka menyebarkan agama islam kepada penduduk setempat yang disinggahi. Orang-orang koja ini datang berdagang di Jakarta tetapi diantara mereka ada yang bermukim sampai beranak pinak sehingga tempat tinggal mereka dikenal dengan sebutan Kampung Pekojan.
Adapun nama Kampung Air, karena tempat itu kalau musim hujan selalu banjir dan tergenang air. sampai sekarang walau musim kemarau panjang sumur-sumur penduduk airnya tidak pernah kering. Kampung Kayu dinamakan demikian karena di sana dahulu tinggal seorang pedagang yang berjualan kayu bakar (kayu api-api). Nama Gang Gatep karena di tempat itu banyak tumbuh pohon gatep yang bijinya enak dimakan. Pohon gatep dapat disebut juga pohon gayam. Mustafel adalah nama orang Arab dan dianggap sebagai tokoh masyarakat, sehingga namanya diabadikan sebagai nama salah satu gang. Jembatan Kambing dinamakan demikian karena sebelum kambing-kambing itu dipotong ke tempat pemotongan biasanya dikumpulkan dahulu di suatu tempat dan akhirnya tempat itu dijuluki "Jembatan Kambing".
Kebon Koja berasal dari dua suku kata yaitu kata "kebon" dan "koja". Tempat ini dahulunya masih berupa kebun-kebun yang banyak dita-nami pohon-pohon koja yaitu semacam pohon ambon. Kebun dalam bahasa Betawi disebut kebon, sehingga kebun koja kemudian namanya menjadi kebon koja. Begitu pula nama Kampung Baru berasal dari kata "bau". Penduduk itu dahulu kebiasaannya suka buang air di selokan-selokan, sehingga menimbulkan bau yang tidak sedap dan mendapat julukan Kampung Bau, lama kelamaan kata bau menjadi baru. Di tempat ini terdapat sebuah pasar yang bukanya selalu sore hari, penduduk setempat menyebutnya Pasar Sore. Tidak jauh dari Kampung Pekojan terdapat pula sebuah pasar yang bukanya selalu pagi hari sehingga disebut Pasar Pagi.
Kampung Pejagalan dialiri oleh dua buah sungai yaitu kali Kampung Baru dan kali Patuakan. Kali Kampung Baru airnya berasal dariJelambar. Dahulu oleh penduduk dipergunakan untuk mengangkut bambu-bambu ke daerah Kota. Adapun kali Patuakan berasal dari kali Jembatan Lima yang airnya jernih dipergunakan untuk mandi dan mencuci pakaian.
Sebelum datangnya orang-orang dari luar, di Kampung Pejagalan telah ada penduduk aslinya yaitu orang-orang Betawi. Kemudian datang orang-orang dari luar yaitu orang-orang Banten yang dibawa oleh pengikut Fatahillah ketika menyerang sunda Kelapa. Mereka tidak mau kembali ke tempat asalnya, kemudian menetap di Kampung Pejagalan dan berbaur dengan penduduk asli. Menyusul kemudian datang pula orang-orang dari Asia yaitu dari Parsi, Gujarat, Kalingga (lndiatan pa-kistan), dan orang-orang Arab dari Hadramaut. Mereka datang untuk berdagang di kota Jayakarta, tetapi diantara mereka ada pula yang bermukim di Kampung Pekojan.
Untuk menyemarakkan kota Batavia semasa pemerintahan Gubernur Jendral J.P. Coen didatangkan orang-orang cina dari negara cina. Mereka terkenal sebagai pedagang ulet dan mahir dalam berniaga.Tempat pemukiman mereka biasanya tidak jauh dari pasar. Adanya perkembangan Pasar Pagi semakin pesat membawa dampak bagi Kampung Pejagalan. Banyak orang-orang dari luar berdatangan di Kampung Peiagalan untuk mencari nafkah dan menetap di antaranya ialah orang-orang Sunda, Jawa dan Cina.
Pada masa Pemerintahan Belanda, Kampung Pejagalan berada di bawah Penjaringan wijk, onderdistrict Penjaringan, dan District Batavia. Pada masa pendudukan Jepang, Kampung Pejagalan masuk Penjaringan son, Kawedanan Jakarta Kota. Setelah kemerdekaan sampai tahun 1967 Kampung Pejagalan masuk wilayah Kelurahan Pejagalan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara Adapun nama-nama lurah di Kelurahan Pejagalan adalah :(1) Bahari, (2) Pung (Sutisna), (3) Tamin,.dan (4) Arsali (lurah terakhi).
Setelah adanya pemekaran kota, maka pada tahun 1967 Kelurahan Pejagalan wilayahnya dipecah menjadi 2 kelurahan, yaitu sebagian masuk wilayah Kelurahan Pekojan, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat, dan sebagian lagi masuk wilayah Kelurahan Pejagalan Utara, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Bangunan lama/kuno yang ada dan dipergunakan masyarakat setempat sebagai tempat peribadatan yaitu Mesjid Jami Pekojan, Mesjid Kampung Baru di Jalan Bandengan. Mesjid Al-Ansor yang terletak di Gang Kebon Baru, dan Langgar Tinggi. Mesjid-mesjid tersebut dibangun pada abad 18 dan 19 oleh pedagang-pedagang orang Koja dan Pakistan.
Selain tempat peribadatan untuk orang-orang Islam di Kampung Pejagalan terdapat pula tempat peribadatan orang-orang Cina yaitu Vihara (Kelenteng) yang tertetak di Jalan Bandengan Selatan. Bangunan-bangunan tua dengan gaya Cina yang dahulu banyak terdapat di Kampung Pejagalan, sekarang jarang tagi kita jumpai. Begitu pula bangunan tua khas Betawi tinggal satu buah yang masih ada yaitu rumah milik Ibu Nining Alatas yang terletak di Jalan Pejagalan. Sebelum datangnya orang-orang dari luar, mata pencarian orang-orang Betawi yaitu bertani dan berdagang buah-buahan. Tetapi setelah lahan pertanian berkurang karena dipakai untuk tempat pemukiman, maka mata pencarian mereka beralih menjadi pedagang nasi dan makanan khas Betawi, seperti kue pancong, podeng, dan minuman bandrek. Mereka berdagang keliling Kampung Pejagalan. Tetapi ada pula yang menjadi tukang cukur,tukang cuci pakaian (binatu) dan centeng.
Adapun orang-orang Banten selain berdagang, mereka bekerja sebagai buruh angkutan di pasar-pasar atau di gudang-gudang milik orang-orang Cina yang ada di Jalan Gedong Panjang, Bandengan Selatan, dan sekitarnya. Kaum pendatang dari Asia yang bermukim di Kampung Pejagalan umumnya menjadi pedagang. Mereka berdagang bahan-bahan pakaian (tekstil), barang-barang kelontong, minyak wangi, batu cincin, rempah-rempah, dan ada pula yang berjualan martabak (makanan khas India-Pakistan).
Dahulu kebiasaan dari penduduk asli Kampung Pejagalan dilarang memasukkan anak-anaknya ke sekolah Pemerintah Belanda, mereka umumnya sekolah madrasah. Asal anaknya bisa membaca dan menulis huruf arab dan latin sudah cukup tidak usah melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi. Pada waktu itu di Kampung Pejagalan hanya ada sebuah sekolah Rakyat, tetapi sekarang menurut data kelurahan tahun 1990 di wilayah Kelurahan Pekojan tersedia sarana pendidikan dari sekolah tingkat dasar sampai lanjutan.
Kampung Pejagalan dahulu penduduknya mayoritas orang-orang dari Asia yang menganut agama lslam. Tetapi setelah datangnya orang-orang Cina yang dapat menguasai perdagangan di Pasar Pagi, maka mereka terdesak dan pindah ke tempat lain. Sehingga sekarang menurut informasi dari Kelurahan Pekojan penduduk 60% menganut agama lslam. selebihnya ialah menganut agama Katholik, Protestan, Hindu, Budha, dan lain-lain.

Referensi : Kampung Tua di Jakarta, Dinas Museum dan Sejarah, 1993.
Sumber : diskominfomas


 

0 komentar:

Posting Komentar

 
 
 
 
Copyright © Situs Betawi