Gubernur Jakarta Ke-9 - Ali Sadikin

Sabtu, 21 November 2009

Ali Sadikin (lahir di Sumedang, Jawa Barat, 7 Juli 1927 – Sejak kecil Ali Sadikin bercita-cita menjadi pelaut. Maka, kesempatan masuk Sekolah Tinggi Pelayaran di zaman Jepang ia manfaatkan. Ketika revolusi pecah, anak kelima dari enam bersaudara pendiri sekolah pertanian di Tanjungsari, Jawa Barat, ini masuk BKR-Laut, cikal bakal TNI-AL. Ia lalu dikirim ke Tegal, Jawa Tengah, untuk membentuk pangkalan AL, kesempatan yang juga ia gunakan untuk membentuk Korps Marinir. Di samping berjuang dalam masa Agresi Belanda I & II, bekas pengajar Akademi AL itu turut menumpas Permesta di Sulawesi Utara. Berada di garis depan, menurut cerita, ia maju berlari sambil memberondongkan senapan mesin. Siswa dan teman-teman Ali menamakannya ''gaya Hollywood''. Ali Sadikin adalah seorang letnan jenderal KKO-AL (Korps Komando Angkatan Laut) yang ditunjuk oleh Presiden Soekarno menjadi Gubernur Jakarta pada tahun 1966. Sebelumnya, ia pernah menjabat sebagai Deputi Kepala Staf Angkatan Laut, Menteri Perhubungan Laut Kabinet Kerja, Menteri Koordinator Kompartemen Maritim/Menteri Perhubungan Laut Kabinet Dwikora dan Kabinet Dwikora yang disempurnakan di bawah pimpinan Presiden Soekarno.

Sebelum Ali Sadikin dilantik sebagai gubernur DKI Jakarta, ada empat nama yang diajukan kepada Presiden Soekarno. Semua nama itu ditolak Bung Karno, sambil berkata: ”Jakarta membutuhkan seorang yang keras kepala. Orang yang berani.” Wakil PM Leimena yang ikut pembicaraan soal gubernur, nyeletuk: ”Oh, kalau begitu Bung membutuhkan orang seperti Ali Sadikin.” Bung Karno kontan setuju: ”Panggil dia besok,” ujarnya. Ali Sadikin dilantik menjadi Gubernur DKI Jakarta pada 28 April 1966. Yang melantik Presiden Soekarno di Istana Negara yang sebelumnya meminta dia datang ke Istana dan menawarkan jabatan tersebut. Dia menjabat sebagai gubernur DKI dua periode sampai Pebruari 1977. Sebelum menjabat kedua kali, ada periode peralihan di mana dia berfungsi sebagai pejabat gubernur (17 Mei 1971 sampai 4 Pebruari 1972). Banyak perubahan yang dilakukan selama 11 tahun jadi gubernur.Ali Sadikin menjadi gubernur yang sangat merakyat dan dicintai rakyatnya. Karena itu ia disapa akrab oleh penduduk kota Jakarta dengan panggilan Bang Ali sementara istrinya, Ny. Nani Sadikin, seorang dokter gigi, disapa Mpok Nani.

Perang Melawan Sampah
Presiden Soekarno yang menginginkan Jakarta sebagai kota yang bersih dan diperhitungkan di dunia internasional ketika melantik Bang Ali sebutan akrab yang diberikan masyarakat Ibukota, menyatakan ketidaksukaannya melihat sampah, melihat selokan yang buntu, melihat kejorokan.
Bang Ali yang merasa secita-cita dengan Bung Karno langsung mengumumkan ‘perang terhadap sampah’. ”Saya sadari sepenuhnya, bahwa perbaikan sarana kota yang selama ini dilakukan dalam rangka penciptaan lingkungan hidup perkotaan yang lebih baik, perlu didukung dengan program kebersihan kota dan lingkungan,” paparnya.
Dia merasa sangat jengkel sekali jika orang membuang sampah dan kulit buah-buahan ke jalan besar. Seperti dari jendela sedan yang mengkilap dan dari bus kumuh. ”Orang demikian,” menurut Bang Ali, ”biadab sekalipun naik sedan yang mentereng.” Tidak heran kalau Bang Ali pernah menegur dan memarahi ketika orang dari sebuah mobil membuang sampah ke jalan raya. Sampai sekarang pun kita masih sering melihat orang membuang sampah seperti botol-botol aqua dari sedan ke jalan raya.


Jakarta Sebagai Kota Metropolitan
Gubernur yang kadang berbicara ceplas ceplos ini bila melihat orang melakukan pelanggaran, telah banyak mengubah wajah Jakarta. Dia bertekad menjadikannya sebagai kota metropolitan yang sebelumnya dijuluki the big village (kampung besar). Dialah yang membangun gedung Balai Kota bekas peninggalan Belanda , menjadi gedung megah bertingkat 23 yang diresmikan Presiden Soeharto 28 April 1976..
Hanya beberapa hari setelah dilantik, selama dua hari Bang Ali keliling kota naik bus kota. ”Saya ikut berdesak-desakan dengan penumpang. Saya mengadakan tanya jawab dengan mereka. Saya jadi tahu apa yang mereka perlukan.” Sebagai realisasi turbanya itu, dia kemudian berhasil menambah ratusan bus kota. Ali Sadikin berhasil memperbaiki sarana transportasi di Jakarta dengan mendatangkan banyak bus kota dan menata trayeknya, serta membangun halte (tempat menunggu) bus yang nyaman.Mendirikan terminal di Lapangan Banteng, Blok M, Cililitan, Pulogadung, Grogol dan banyak sekali shelter pemberhentian bus di hampir seantero Ibu Kota.Bang Ali membangun shelter atau halte untuk rakyat menunggu bus atau angkutan umum yang lewat. Sebelumnya rakyat harus rela kepanasan atau kehujanan bila menunggu bus.


Salah satu kebijakan Bang Ali yang kontroversial adalah mengembangkan hiburan malam dengan berbagai klab malam, panti pijat dan amusement centre. Di samping tempat hiburan seperti pacuan anjing, pacuan kuda, Hai Lai untuk lapisan yang lebih berada. Di masa Bang Ali di Ibukota mulai banyak bermunculan klub malam dan mengizinkan diselenggarakannya perjudian ,bar, panti pijat, dan kasino di kota Jakarta dengan memungut pajaknya untuk pembangunan kota, dengan pengenaan pajak yang tinggi -- agar dapat mengisi kas pemerintah daerah . serta membangun kompleks Kramat Tunggak sebagai lokalisasi pelacuran.
Pada 1966 ketika dia dilantik, lebih 60% anak-anak usia sekolah di Jakarta tidak bersekolah. ”Karena itu saya mengambil langkah darurat mengadakan lotto/hwa hwee untuk dapat menyekolahkan anak-anak telantar. Ia juga banyak membangun sekolah dari tingkat SD, SLTP dan SLA meskipun dia mengakui sebagian diperolehnya dari uang judi karena anggaran Pemda tidak memadai.Dia beralasan, membuka perjudian karena banyak sekali terdapat perjudian, terutama dikalangan masyarakat Tionghoa yang seolah-olah bagian dari kebudayaan mereka. Dia mencela keras ketika kebiasaan orang Cina ini juga diikuti oleh masyarakat Indonesia, padahal menurut agama judi itu haram.Meskipun dia dijuluki gubernur judi dan maksiat, pembinaan agama tidak dilupakan , seperti membangun masjid, gereja, puskesmas, sekolah, di samping gedung tinggi.Seperti pembangunan dan rehabilitasi masjid yang pada 1967 berjumlah 589 masjid. Menjelang 1976 jumlahnya 1072 masjid, 50% dibangun setelah 1966. Bang Ali pada 1974 menunaikan rukun Islam kelima. Dia termasuk orang yang mendapat kehormatan masuk dan shalat dalam Ka’bah. Dia juga diundang oleh Raja Faisal bersama para pemimpin Islam mancanegara menghadiri resepsi di Istana Raja di Mina.
Ali Sadikin adalah gubernur yang sangat berjasa dalam mengembangkan Jakarta menjadi sebuah kota metropolitan yang modern. Bang Ali juga mengembangkan dan membangun tempat-tempat rekreasi di Ibu Kota dalam segala bentuk dan jenis.Di bawah kepemimpinannya Jakarta mengalami banyak perubahan karena proyek-proyek pembangunan buah pikiran Bang Ali, seperti Taman Ismail Marzuki, Kebun Binatang Ragunan, Proyek Senen, Taman Impian Jaya Ancol, Taman Ria Monas, Taman Ria Remaja, kota satelit Pluit di Jakarta Utara, pelestarian budaya Betawi di kawasan Condet dll.Di mana- mana berdiri stasiun dan terminal bis, serta pasar.
Bang Ali juga mencetuskan pesta rakyat setiap tahun pada hari jadi kota Jakarta, 22 Juni. Bersamaan dengan itu berbagai aspek budaya Betawi dihidupkan kembali, seperti kerak telor, ondel-ondel, lenong dan topeng Betawi, dsb.Selain itu, Bang Ali juga menyelenggarakan Pekan Raya Jakarta yang saat itu lebih dikenal dengan nama Jakarta Fair, sebagai sarana hiburan dan promosi dagang industri barang dan jasa dari seluruh tanah air, bahkan juga dari luar negeri. , selama sebulan penuh tiap tahun diselenggarakan Jakarta Fair (Pekan Raya Jakarta) , seperti Pasar Gambir di masa kolonial untuk memperingati Ratu Wilhelmina, nenek Ratu Beatrix.”Tapi saya tidak meninggalkan masyarakat yang lemah ekonominya. Bang Ali mengadakan pesta perayaan penggantian tahun semalam suntuk. Acara yang sama ia selenggarakan pada tiap hari ulang tahun Jakarta.Jakarta Fair ( Pekan Raya Jakarta ) tetap di selenggarakan hingga sekarang.
Ketika terjadi Pemilu 1971, Bang Ali menolak berkampanye untuk Golkar. Meskipun ada yang menyesalkan tekadnya untuk bertindak netral dan berdiri di atas semua golongan. Dalam Pemilu 1971, PPP unggul dibanding Golkar. Perhatiannya terhadap olahraga direalisasikan dengan dibangunnya berbagai gelanggang olahraga.


Penegakan Hukum
Ketika Bang Ali mulai jadi gubernur lebih 30 tahun lalu penduduk Jakarta mungkin tidak sampai separuh dari sekarang. Rupanya ucapan Bung Karno memerlukan gubernur yang berani untuk Jakarta, terbukti kebenarannya. Seperti dalam masalah lalu lintas, dia sangat marah terhadap para pengendara terutama sopir bus kota yang tidak lagi mengenal sopan santun serta rasa kasihan. Padahal kala itu, jumlah mobil apalagi motor paling banyak 1/3 dari sekarang.
Gubernur yang suka ‘memaki’ dengan kata-kata ‘goblok’ dan ’sontoloyo’ ini, dikabarkan pernah mengejar sopir ugal-ugalan dan kadang-kadang tangannya langsung ‘melayang’. Di bawah pimpinannya, terhadap Jakarta segera diterapkan penegakan hukum dan terapi kejut (shock treatment). Pertokoan dan permukiman ''ditata kembali'', termasuk untuk pelebaran jalan. Daerah bebas becak diberlakukan, dan untuk pedagang kaki lima dibuatkan pasar-pasar Inpres, demi ketertiban lalu lintas. Melihat jalan yang tidak seimbang dengan kendaraan bermotor, Bang Ali tidak segan-segan melakukan pelebaran jalan yang lebih dikenal dengan nama ‘penggusuran’. Ketika menetapkan satu kawasan di Tebet sebagai ‘daerah jalur penghijauan’, rupanya di antara yang melanggar termasuk putra seorang Menteri. Dia pun terkena penggusuran tanpa pandang bulu.
Kala itu, kampung-kampung di Jakarta yang dihuni lebih 60% penduduk miskin dan kalau hujan minta ampun beceknya. Hingga ada istilah kalau naik sepeda oranglah yang harus menggotongnya karena tanah berlumpur. Pengendara motor juga harus sedia bambu untuk membersihkan ban penuh lumpur. Maka dia pun memprioritaskan pembangunan Proyek Muhamad Husni Thamrin (MHT), untuk mengabadikan nama tokoh masyarakat Betawi yang menuntut perbaikan kehidupan masyarakat berpenghasilan rendah pada masa penjajahan. Meskipun kurang mendapat tanggapan dari Bappenas, PBB dan Bank Dunia memberikan tanggapan positif termasuk bantuan dana.
Bang Ali-lah yang merintis peninggalan tempat-tempat bersejarah di Ibu Kota yang kala itu tidak terurus. Termasuk Museum Sejarah DKI Jakarta yang kala itu menjadi Markas Kodim Jakarta Barat. Juga beberapa gedung tua seperti Museum Bahari yang pada masa VOC menjadi gedung rempah-rempah ikut terselamatkan. Kedua tempat ini termasuk sejumlah gedung tua lainnya paling banyak didatangi para wisatawan mancanegara khususnya dari Belanda yang melihat tempat kehidupan nenek moyangnya.
Untuk budayawan, ia dirikan Taman Ismail Marzuki. Bagi kaum muda, ia bangun gelanggang remaja. Ia juga sempat memberikan perhatian kepada kehidupan para artis lanjut usia di kota Jakarta yang saat itu banyak bermukim di daerah Tangki, sehingga daerah tersebut dinamai Tangkiwood.
Di bawah pimpinan Bang Ali, Jakarta berkali-kali menjadi tuan rumah Pekan Olahraga Nasional (PON) yang mengantarkan kontingen DKI Jakarta menjadi juara umum selama berkali-kali.Di bawah kepemimpinannya pula diselenggarakan pemilihan Abang dan None Jakarta
Masa jabatan Ali Sadikin berakhir pada tahun 1977, dan ia digantikan oleh Letjen. Tjokropranolo.


Kegiatan selanjutnya
Setelah berhenti dari jabatannya sebagai gubernur, Ali Sadikin tetap aktif dalam menyumbangkan pikiran-pikirannya untuk pembangunan kota Jakarta dan negara Indonesia. Hal ini membawanya kepada posisi kritis sebagai anggota Petisi 50, sebuah kelompok yang terdiri dari tokoh-tokoh militer dan swasta yang kritis terhadap pemerintahan Presiden Soeharto.Ali Sadikin, yang mengaku tidak mempunyai kegiatan usaha apa- apa, menganggap purnawirawan ABRI boleh menjadi anggota organisasi apa pun. ''Anggota ABRI memang tidak boleh masuk parpol, atau Golkar. Tetapi purnawirawan boleh masuk apa saja yang dikehendaki,'' ujar anggota kelompok Petisi 50 yang menjadi saksi a de charge dalam perkara subversi H.R. Dharsono itu.
Dalam usia 61 tahun (1986), tubuh letjen purnawirawan ini masih kekar. Di Fitness Centre Hotel Mandarin, ia melakukan aerobik, senam, mengayuh sepeda argo, dan angkat besi. Kini, di usianya yang sudah mencapai 75 tahun, fisiknya mulai lemah. Ia tidak bisa lagi berolahraga angkat besi, kegemarannya. Pendengarannya pun mulai menurun. Bahkan sekarang ia perlu memakai alat bantu dengar di telinga. Namun, satu hal yang tidak berubah: wataknya yang keras dan semangatnya tak pernah surut, termasuk ketika melontarkan kritik. Anggota Kelompok Kerja Petisi 50 ini masih aktif mengadakan diskusi bagi kelompok tersebut. “Misi kami tetap mengajarkan demokrasi yang sebenarnya, untuk memperbaiki nasib bangsa. Tetapi bukan untuk jadi presiden,” katanya kepada Tempo.Istrinya, Nani Arnasih, ibu empat anak laki-laki, Februari 1986, meninggal setelah dua tahun melawan kanker yang menyerang livernya.


Peroleh Anugerah Cipta Utama
Walau sudah lama pensiun sebagai Gubernur DKI Jakarta, pada 2002 orang masih mengenang keberhasilannya. Dewan Kesenian Jakarta, pada Agustus 2002, memberikan penghargaan "Anugerah Cipta Utama" kepada Bang Ali. Penghargaan itu diberikan karena keputusan Ali Sadikin ketika menjabat Gubernur DKI Jakarta mendirikan Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki (PKJ-TIM) tahun 1968, dinilai oleh DKJ sebagai keputusan yang luar biasa, dan menjadi sebuah monumen besar.Mantan Gubernur DKI Jakarta 1966-1977 Ali Sadikin (75) menjadi orang pertama penerima "Anugerah Cipta Utama" dari Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), Sabtu (24/8/02). Bang Ali, dianugerahi medali dan penghargaan sebagai guru bangsa oleh Yayasan Ikatan Alumni Institut Kesenian Jakarta (YIA-IKJ) dalam acara "Terima Kasih Bang Ali" di Graha Bakti Budaya (GBB) Taman Ismail Marzuki (TIM) Cikini, 9/5/2005 .Penghargaan itu diberikan karena keputusan Ali Sadikin ketika menjabat Gubernur DKI Jakarta mendirikan Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki (PKJ-TIM) tahun 1968, dinilai oleh DKJ sebagai keputusan yang luar biasa, dan menjadi sebuah monumen besar. . Dia dinilai sangat berjasa dalam memelopori pembangun Jakarta menjadi kota megapolitan serta mendirikan Institut Kesenian Jakarta (IKJ).


Meninggal
Bang Ali meninggal Selasa 20 Mei 2008 pukul 17.30 WIB di RS Gleneagles, Singapura pada usia 82 tahun setelah dirawat selama sebulan di RS tersebut.. Dia meninggalkan 5 orang anak laki-laki dan istri keduanya yang ia nikahi setelah Nani terlebih dahulu meninggal mendahuluinya. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, anak sulung mantan presiden Soeharto, Siti Hardijanti Rukmana turut hadir.Jenazahnya dimakamkan di TPU Tanah Kusir.


Paling Berjasa Membangun Jakarta
Letnan Jenderal TNI KKO AL (Purn) H Ali Sadikin (Bang Ali) menerima tanda kehormatan Bintang Mahaputera Adipradana karena dinilai berjasa luar biasa terhadap negara dan bangsa, khususnya mengembangkan Kota Jakarta sebagai Kota Metropolitan. Presiden Soekarno mengangkat putera bangsa kelahiran Sumedang, 7 Juli 1927 ini sebagai Gubernur Jakarta lantaran dianggap kopig alias keras kepala. Dia berhasil sebagai pemimpin justru karena pembawaannya yang keras itu. Bahkan Almarhum Bung Karno pernah mengatakan, ''Ali Sadikin orang keras''. Mungkin ini yang mendorong presiden pertama RI itu mengangkat Ali sebagai Gubernur DKI Jakarta, yang sedang semrawut dan kacau-balau, April 1966. Setelah tidak menjadi gubernur dan pensiun dari dinas militer, sikapnya masih tetap ''keras''.
''Bukan mau sombong, tapi orang jangan lupa itu,'' kata Bang Ali tentang suksesnya membangun dan menertibkan Jakarta. Ketika mulai menjadi gubernur, menurut Ali, dana yang tersedia hanya Rp 66 juta. Saat meninggalkannya, ia mewariskan anggaran belanja Rp 16 milyar. Para ahli perkotaan dan lingkungan menilainya berhasil mengakhiri dualisme, memelopori badan perencanaan daerah, dan membagi wewenang kepada bawahan -- sambil menyemprotkan kata ''goblok'' bagi bawahan yang berbuat salah. Untuk keberhasilannya itu pula ia menerima Hadiah Magsaysay dari Filipina.


Sumber : Dari berbagai sumber
~Wikipedia ensiklopedia bebas
~Alwi Shahab / Djakarta tempo doeloe
~Harian REPUBLIKA

0 komentar:

Posting Komentar

 
 
 
 
Copyright © Situs Betawi