Kali Jodo dan Jembatan Jassen

Sabtu, 30 Januari 2010

Nama Kali Jodo di Kelurahan Angke, Jakarta Barat, sudah ada sebelum menjadi tempat lokalisasi WTS atau sekarang PSK. Sejak terjadi perkelahian antar geng dan pembakaran rumah beberapa tahun lalu, pihak kepolisian meminta agar lokalisasi tersebut ditutup.
Kali Jodo pernah diusulkan untuk dijadikan tempat kegiatan keagamaan, seperti yang telah dilakukan di Kramat Tunggak, Jakarta Utara, dengan dibangunnya Islamic Centre. Masyarakat mendukung dan tengah menunggu bila tempat maksiat tersebut dijadikan pusat kegiatan keagamaan. Semasa gubernur Sutiyoso juga ada rencana untuk menjadikan tempat lokalisasi Boker, di Cijantung, Jakarta Selatan, menjadi Islamic Centre.
Orang Jakarta sejak tempo doeloe menamakan suatu tempat berdasarkan peristiwa yang pernah terjadi. Mungkin di kali ini dulu seringkali para gadis dan pria berpacaran dan berakhir dengan perjodoan. Dulu di kali ini tiap tahun diselenggarakan pesta  peh coen   hare ke-100 Imlek (tahun baru Cina). Pesta ini menarik para muda-muda yang ingin menyaksikan beragam keramaian seperti barongsai dan pesta  ngibing diiringi gambang keromong. Banyak  taipan yang menjadi sponsornya.   
Pusat Perdagangan Harco di Glodok, Jakarta Barat, baru dibangun pada masa Orde Baru, saat Indonesia membuka diri di bidang ekonomi, sehingga banyak berdatangan modal asing. Pada masa Bung Karno, Indonesia memegang prinsip berdikari (berdiri di atas kaki sendiri) di bidang ekonomi.
Begitu meriahnya pembeli yang mendatangi pusat perdagangan elektronik itu hingga namanya dikenal di mancanegara. Pusat perdagangan Harco dibangun tahun 1970-an berbarengan dengan pusat perdagangan dengan nama yang sama di Pasar Baru, Jakarta Pusat. Pemborongnya H Abubakar Bahfen, seorang keturunan Arab.
Sebelumnya, pusat elektronika Harco merupakan bagian dari Markas Polisi Seksi II  semacam Polsek sekarang. Banyak pejuang kemerdekaan yang mendekam di penjara polisi ini, karena menentang pemerintah kolonial. Termasuk Drs Muhammad Hatta yang dipenjarakan tahun 1934 karena kegiatan politiknya. Kemudian sang proklamator ini dibuang ke Boven Digul yang merupakan pusat konsentrasi tahanan politik dan dikenal sebagai sarang malaria.

Di pusat perbelanjaan ini dahulu terdapat Bioskop Orion yang memutar film-film Mandarin dari Hongkong. Penontonnya kebanyakan warga Tionghoa. Di dekatnya di jalan yang sama (Jl Hayam Wuruk) terdapat tempat hiburan Thalia yang memutar opera-opera Stambul (dari kata Istambul di Turki).
Di seberangnya ada Jalan Gajah Mada. Di sini terdapat bekas kediaman Mayor Cina, Khouw Kim An, yang dulun merupakan gedung paling indah di Jakarta Kota. Kini menjadi gedung bertingkat 30 yang dibangun oleh Modern Group. Banyak yang menyesalkan tempat bersejarah ini diruntuhkan begitu saja. Rumah bergaya negeri leluhur ini punya puluhan kamar. Karena, ia memiliki banyak istri dan selir, yang hidup dalam satu gedung. Kebiasaan yang dianggap umum kala itu.           
Di dekat stasion kereta api BEOS, Jakarta Kota, seberang Gereja Portugis (Sion), terdapat jembatan Jassem (kini Jembatan Batu). Pada  tempo doeloe masyarakat sering menyaksikan pesta-pesta meriah di sekitar jembatan ini. Seperti saat pelantikan kapiten Cina ke-12 Lim Bengko pada masa gubernur jenderal Van der Parra (1771-1775). Pawai besar diikuti oleh musik, barongsai, nyanyian, dan tarian, yang diikuti ratusan pengarak, dimulai dari jembatan ini keliling Jakarta Kota.
Masih di kawasan Glodok, terdapat Jalan  Jie Lak Keng . Orang menyebutnya Jl Jelakeng, artinya tempat nomor 26. Di sini ada perkumpulan silat  Pa Te Koan yang artinya delapan pendekar. Ketika terjadi pembantaian orang-orang Cina (1740), banyak suhu tewas melawan Belanda. Maka, di dekatnya ada Kampung  Pa Tie Kei (delapan jenazah).
Ada juga yang mengatakan  Pa Te Koan berarti delapan teko. Karena, istri seorang kapiten Cina yang dermawan tiap hari menyediakan delapan teko teh di depan kediamannya untuk mereka yang lewat. Ketika itu daerah ini masih sepi, belum ada yang menjual makanan dan minuman.
Terletak di sebelah kiri Jl Pangeran Jayakarta, kurang lebih satu kilometer dari Stasion Beos terdapat Jl Taruna  jalan sempit yang tidak dapat dilalui kendaraan bermotor. Dulu jalan ini bernama Jl Souw Beng Kong  nama Kapiten Cina pertama yang dimakamkan di sini. Dia diangkat oleh gubernur jenderal JP Coen pada tahun 1619 setelah hijrah ke Batavia dari Banten.
Kini makam tersebut hanya tinggal batu nisannya. Karena, seluruh bagian makam itu sudah menyatu dengan rumah penduduk. Sampai pertengahan 1960-an di tiga RT di kawasan ini seluruhnya merupakan tempat pemakaman orang-orang Cina. Ia pernah membangun sebuah wisma mewah di dekat kastil (benteng) di Prinsenstraat (kini Jl Cengkeh) Pasar Ikan, Jakarta Utara.
Kaum Cina perantauan ( hoakiau ) pada umumnya bangga menjadi ahli waris kebudayaan leluhurnya. Mantan PM Singapura Lee Kuan Yew yang dianggap sebagai bapak bangsa Singapura pernah mengemukakan, "Adalah Konfusionisme yang menjalin persatuan dalam keluarga, yang pada gilirannya membesarkan anak cucunya menjadi cendekiawan yang tangguh, tahan banting dalam menghadapi tantangan. Kita adalah contoh hidup dari rakyat Cina, yang berkat ilham dan kebudayaan Cina, maka dapat berprestasi gemilang."


Sumber : Abah Alwi
http://koran.republika.co.id/berita/93814/Kali_Jodo_dan_Jembatan_Jassen 

0 komentar:

Posting Komentar

 
 
 
 
Copyright © Situs Betawi